Gara-gara Tarif Murah Operator Kencangkan Ikat Pinggang

Jakarta - Operator seluler nasional harus mulai bergerak ke arah rasional dalam menawarkan tarif ke pelanggan agar bisa menjaga kelangsungan usaha.
"Industri seluler ini ada anomali. Operator yang menjadi pusat ekosistem, kondisinya berdarah-darah, hanya ada satu yang stabil kinerja keuangannya. Sementara di sektor pendukung seperti penyediaan menara dan distributor kartu, sehat banget kondisi keuangannya. Ini kan ada yang gak bener," Sekjen Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) M. Danny Buldansyah, dalam diskusi media yang digelar Forum Lingkar Kuningan di Jakarta, melalui keterangannya.
"Salah satunya karena penetapan tarif tak dilandasi cost margin, tetapi berbasis kondisi pasar, akhirnya yang dikorbankan profit dan sustainability dari bisnis," imbuhnya.
Menurutnya, jika operator bisa menjaga net profit sebesar 10% dari pendapatan usaha (Top Line) itu sudah hal yang bagus. "Harga itu relatif terhadap income. Masalahnya banyak operator melakukan kesalahan dengan cenderung memberikan gratis ke pelanggan tanpa edukasi. Konsekuensinya, ketika mencoba menyehatkan tarif itu menjadi berat, karena ada pemain lain melakukan hal sama (memberikan gratis -red)," jelas Danny.
Sementara itu disampaikan Direktur Service Management XL Axiata Yessie D. Yosetya, selama ini XL disebutnya sudah menawarkan tarif yang sesuai dengan profil yang ditargetkan.
"XL mengemas produk sesuai dengan karakteristik pengguna. Tentunya semua komponen cost sudah diperhitungkan, termasuk memperhitungkan profitabilitas produk," ujarnya.
Meski begitu Yessie mengakui kalau penawaran tarif promosi bisa dibilang sebagai ongkos belajar yang dilakukan XL selama ini. "Tapi kami sudah mulai pangkas itu bonus kuota. Kita juga sudah lakukan efisiensi agar profitabilitas bisa lebih terjaga," imbuhnya.
Analis dari Bina Artha Securities Reza Priyambada melihat kompetitifnya tarif yang ditawarkan operator tak lepas dari mekanisme pasar.
"Ada permintaan tarif murah tetapi pelayanannya lebih. Kalau dilihat EBITDA dari emiten operator itu di kisaran 40%-60%, artinya ada pendapatan yang terpangkas operasional sebesar itu. EBITDA ini kan menunjukkan kesehatan keuangan dari perusahaan," ujarnya.
Sedangkan Investigator Utama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Daniel Agustino mengatakan, jika ingin meihat rasional atau tidaknya tarif yang ditawarkan, operator harus mensurvei langsung konsumen di pasar bersangkutan.
"Harus dilihat jika konsumen ada permintaan terus, dan harga turun, berarti harga yang sebelumnya ditawarkan itu bisa jadi kemahalan. Nah, kita harus bisa lihat sampai di titik mana itu harga turun," katanya.
Anggota Komisi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi Kresna mengatakan, sejauh ini operator sudah maksimal melakukan efisiensi untuk bisa memberikan tarif kompetitif bagi pelanggan. Sementara Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai, sewajarnya margin yang diambil operator di kisaran 35%-50% demi menjaga kelangsungan usaha.
"Formulasi tarif yang dibuat regulator itu untuk memberi keleluasaan bagi operator dalam berkompetisi, sekaligus juga mencegah operator menerapkan tarif yang terlalu rendah. Artinya sudah diberikan keleluasaan," pungkasnya.
(yud/yud)
"Industri seluler ini ada anomali. Operator yang menjadi pusat ekosistem, kondisinya berdarah-darah, hanya ada satu yang stabil kinerja keuangannya. Sementara di sektor pendukung seperti penyediaan menara dan distributor kartu, sehat banget kondisi keuangannya. Ini kan ada yang gak bener," Sekjen Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) M. Danny Buldansyah, dalam diskusi media yang digelar Forum Lingkar Kuningan di Jakarta, melalui keterangannya.
"Salah satunya karena penetapan tarif tak dilandasi cost margin, tetapi berbasis kondisi pasar, akhirnya yang dikorbankan profit dan sustainability dari bisnis," imbuhnya.
Menurutnya, jika operator bisa menjaga net profit sebesar 10% dari pendapatan usaha (Top Line) itu sudah hal yang bagus. "Harga itu relatif terhadap income. Masalahnya banyak operator melakukan kesalahan dengan cenderung memberikan gratis ke pelanggan tanpa edukasi. Konsekuensinya, ketika mencoba menyehatkan tarif itu menjadi berat, karena ada pemain lain melakukan hal sama (memberikan gratis -red)," jelas Danny.
Sementara itu disampaikan Direktur Service Management XL Axiata Yessie D. Yosetya, selama ini XL disebutnya sudah menawarkan tarif yang sesuai dengan profil yang ditargetkan.
"XL mengemas produk sesuai dengan karakteristik pengguna. Tentunya semua komponen cost sudah diperhitungkan, termasuk memperhitungkan profitabilitas produk," ujarnya.
Meski begitu Yessie mengakui kalau penawaran tarif promosi bisa dibilang sebagai ongkos belajar yang dilakukan XL selama ini. "Tapi kami sudah mulai pangkas itu bonus kuota. Kita juga sudah lakukan efisiensi agar profitabilitas bisa lebih terjaga," imbuhnya.
Analis dari Bina Artha Securities Reza Priyambada melihat kompetitifnya tarif yang ditawarkan operator tak lepas dari mekanisme pasar.
"Ada permintaan tarif murah tetapi pelayanannya lebih. Kalau dilihat EBITDA dari emiten operator itu di kisaran 40%-60%, artinya ada pendapatan yang terpangkas operasional sebesar itu. EBITDA ini kan menunjukkan kesehatan keuangan dari perusahaan," ujarnya.
Sedangkan Investigator Utama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Daniel Agustino mengatakan, jika ingin meihat rasional atau tidaknya tarif yang ditawarkan, operator harus mensurvei langsung konsumen di pasar bersangkutan.
"Harus dilihat jika konsumen ada permintaan terus, dan harga turun, berarti harga yang sebelumnya ditawarkan itu bisa jadi kemahalan. Nah, kita harus bisa lihat sampai di titik mana itu harga turun," katanya.
Anggota Komisi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi Kresna mengatakan, sejauh ini operator sudah maksimal melakukan efisiensi untuk bisa memberikan tarif kompetitif bagi pelanggan. Sementara Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai, sewajarnya margin yang diambil operator di kisaran 35%-50% demi menjaga kelangsungan usaha.
"Formulasi tarif yang dibuat regulator itu untuk memberi keleluasaan bagi operator dalam berkompetisi, sekaligus juga mencegah operator menerapkan tarif yang terlalu rendah. Artinya sudah diberikan keleluasaan," pungkasnya.
(yud/yud)
Sumber
0 Response to "Gara-gara Tarif Murah Operator Kencangkan Ikat Pinggang"
Post a Comment