Mengupas Teknologi di Balik Layar Samsung QLED TV



Bali - Para sineas menggunakan peralatan kamera kelas atas untuk bisa menangkap warna-warna yang mereka inginkan. Sayangnya tidak semua layar yang kita gunakan bisa mereproduksi warna sesuai apa yang mereka tangkap dengan susah payah.

Mata kita bisa menangkap spektrum warna yang luas -dikenal dengan color gamut- tetapi tidak demikian halnya dengan layar dan kamera digital. Ada bagian luas spektrum warna yang tidak dapat ditampilkan oleh layar digital. Oleh karena itu beberapa standar warna yang ditetapkan asosiasi terpercaya agar menjadi acuan color gamut yang harus dicapain -yang sering disebut segitiga gamut-, misal sRGB atau AdobeRGB gamut untuk foto, dan untuk cinema dikenal dengan DCI-P3 yang ditetapkan oleh Digital Cinema Initiatives.

Sederhananya segitiga ini mencakup besaran spektrum warna RGB yang harus bisa ditampilkan di layar. Semakin besar persentase warna dalam cakupan segitiga gamut bisa ditampilkan di layar, maka semakin baik kualitas layar tersebut.

Mengupas Teknologi di Balik Layar Samsung QLED TVFoto: Samsung


Jika color gamutnya tidak luas dan sesuai standar, maka warna spesifik tertentu yang ditangkap kamera akan ditampilkan dengan warna berbeda pada layar, misalnya warna merah bunga yang aslinya benar-benar merah, bisa saja ditampilkan mejadi sedikit orange pada layar karena spektrum warna merah yang dimiliki layar kurang lebar.

Untuk bisa menampilkan spektrum warna sesuai standar color gamut, berbagai teknologi dikembangkan para vendor, dan Samsung menggunakan teknologi baru Quantum dot untuk bisa mendapatkan warna-warna yang sesuai dengan standar gamut, dan menamai televisi terbaru mereka sebagai QLED TV, Quantum dot LED TV.
Bagaimana teknologi ini bekerja?

Mengupas Teknologi di Balik Layar Samsung QLED TVFoto: Samsung

Quantum dot adalah lapisan material semikonduktor yang terdiri dari partikel berukuran nano hasil pengembangan nanotechnology, yang akan berpendar jika terkena cahaya. Ukuran nano partikel yang berbeda-beda ini akan menghasilkan pendaran warna yang berbeda jika terkena cahaya backlight.

Ukuran partikel sangat kecil akan menghasilkan spektrum warna biru yang luas, dan partikel yang lebih besar akan menghasilkan spektrum warna merah. Partikel nano ini sangat kecil, sebagai pembanding, diameter sehelai rambut kita kira-kira berukuran 50.000 - 100.000 nano, jadi bayangkan kecilnya satu nano, seperti membelah diameter rambut 100.000 kali.

Quantum dot film bisa dibuat dari material semikonduktor seperti silicon, kadmium selenide, kadmium sulfide, atau indium arsenide. Hanya saja karena sifat kadmium yang toksik atau mengandung racun, Samsung tidak menggunakannya , dan menjadikan teknologi quantum dotnya cadmium-free.

Pada teknologi quantum dot, cahaya backlight yang digunakan berupa cahaya biru, setelah mengenai lapisan quantum dot (QDEF - Quantum Dot Enhancement Film) lapisan ini mengatur ukuran partikelnya supaya berpendar sesuai warna gambar, yang kemudian dilipatgandakan kekuatan pendaran (cahayanya) oleh BEF (Brightness Enhancement Film).


Mengupas Teknologi di Balik Layar Samsung QLED TVFoto: Samsung

Mengapa Samsung memilih teknologi QLED yang masih membutuhkan cahaya backlight untuk televisi layar lebarnya, sementara mereka sendiri memimpin sebagai pembuat layar OLED (setiap pixel layar bisa berpendar sendiri) pada smartphone? Dan kebanyakan brand lain kebanyakan menggunakan teknologi layar OLED.

Ini erat kaitannya juga dengan teknologi HDR (High Dynamic Range) yang diusung Samsung pada jajaran layar televisi terbarunya. Kembali lagi ke para sineas pembuat film, sejatinya hampir semua film dibuat dengan teknologi HDR, agar bisa menangkap kontras yang sangat lebar, dari hitam yang sangat pekat, hingga putih yang sangat terang.

Jika kontras yang dimiliki kurang lebar, maka seringkali objek yang ditampilkan akan srau dengan background, misalnya anjing putih di atas salju atau kucing hitam di ruang yang temaram, padahal mata kita secara langsung bisa melihat perbedaannya.

Mengupas Teknologi di Balik Layar Samsung QLED TVFoto: Samsung


Untuk layar bisa menampilkan kontras yang lebar, layar harus sanggup berpendar sangat terang, syarat ini juga salah satu yang diminta untuk mendapatkan sertifikasi UHD HDR Premium.
Sertifikasi ini membutuhkan beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti layar harus beresolusi 4K, kontras yang lebar untuk hitam yang sangat pekat dan warna putih yang terang dengan range minimal 0.0005-540 nits, wide color gamut, minimal 90% standar DCI-P3 segitiga gamut, 10bit color-depth agar transisi warna terlihat halus, dan high frame rate (60fps) agar pergerakan film tidak menghasilkan efek ghosting atau berbayang.

QLED TV memiliki terang 1500-2000 nits, satuan nits ini sama dengan candela. Seberapa terang 2000 nits itu? 1 nits atau candela kira-kira sama dengan terang 1 lilin dalam area satu meter persegi. Jadi kira-kira terang 2000 nits adalah terang 2000 lilin yang diletakkan di area 1m x 1m, sangat terang.

Ada beberapa alasan Samsung memilih mengembangkan teknologi QLED TV dibanding OLED TV. Pertama untuk mencapai kontras HDR yang sangat tinggi dengan kecerahan layar bisa mencapai 1500-2000 nits, dimana saat ini kecerahan tersebut bisa didapat dengan teknologi layar dengan penerangan backlight.

Backlight yang cerah dibutuhkan saat televisi diletakkan di area yang terang, misalnya ruang keluarga yang dikelilingi jendela, saat menonton di siang hari seringkali televisi standar sudah sulit dilihat tampilan layarnya karena tidak bisa mengimbangi ambience sekitar yang terang. Dengan terang layar yang cukup, semua gambar bisa tetap dilihat dengan baik dalam kondisi tersebut.

Pada bagian-bagian film dengan gambar misal sinar matahari menembus pepohonan atau saat gambar menampilkan langit siang hari, efek kontras kecerahan yang tinggi ini akan memberikan pengalaman menonton yang lebih nyata.

Saat ini kecerahan layar OLED masih sulit untuk mencapai tingkat nits yang sangat tinggi, rata-rata OLED TV sekarang memiliki kecerahan tertinggi 750 nits.

Efek buruk kecerahan yang tinggi biasanya adalah warna menjadi berubah saat tingkat kontras dianaikkan, biru menjadi biru muda, hitam menjadi abu, mirip seperti kita mencampur warna cat dengan warna putih. Di sini teknologi Quantum dot terlihat berperan karena lapisan ini berpendar memimik pixel OLED tanpa warna menjadi wash out.

Warna color gamut dikalibrasi dengan tingkat kecerahan tetap -dikenal dengan 2D color space-, tetapi kalibrasi ini berubah ketika faktor kecerahan dimasukkan, menjadi 3D color space. Semakin tinggi kecerahan harus dilakukan kompensasi supaya warna tetap terlihat seperti aslinya tidak menjadi pudar, demikian pula saat dim diruangan temaram.

Untuk keperluan ini, Samsung QLED menggunakan 3D color volume yang bisa tetap menampilkan warna-warna sesuai aslinya sesuai kecerahan layar yang sudah mendapat sertifikasi VDE (Verband der Elektrotechnik - Germany) dengan score 100% color volume DCI-P3.

Mengupas Teknologi di Balik Layar Samsung QLED TVFoto: Samsung


3D color volume juga memungkinkan menggunakan kurva warna dan kontras yang berbeda saat terdapat perbedaan kontras dalam satu gambar. Problem gambar di televisi sama seperti saat kita mengambil foto pada smartphone di lingkungan dengan backlight atau kontras yang ekstrim.

Jika kita tap pada objek yang gelap, objek akan menjadi lebih terang, tetapi bagian lain yang sudah cukup terang akan terlihat over - sangat terang, begitupun sebaliknya, jika di tap ke objek yang terang, bagian gelap akan lebih gelap. Dengan 3D color volume otomatis gambar dengan kontras yang berbeda dalam satu layar akan ditampilkan dengan kurva masing-masing, supaya gambar tampil seimbang tanpa satu bagian terlihat lebih terang atau lebih gelap.

Saat ini film-film dengan format HDR sudah mulai banyak diedarkan, selain lewat kepingan blu-ray 4K HDR yang diperkirakan akan mencapai 300 judul film Hollywood di tahun 2017, film-film streaming dari Amazon dan Netflix juga sudah memiliki banyak pilihan dalam format HDR, demikian juga dengan Youtube. Ke depan, format HDR ini akan lebih umum, karena memang tampilannya terlihat lebih superior dengan kontras yang baik dan range warna yang lebih hidup dibanding film-film SDR.

Mengupas Teknologi di Balik Layar Samsung QLED TVFoto: Samsung


Keuntungan ke-dua mengapa Samsung memilih teknologi Quantum dot adalah efisiensi daya. Sepertinya kalau bukan layar ponsel dan menggunakan listrik langsung, mungkin banyak yang berpikiran apa perlu pada televisi efisiensi daya? Konsumsi listrik ini harus menjadi pertimbangan, karena layar besar, resolusi 4K, dan kecerahan yang tinggi pada layar OLED membutuhkan energi yang lebih besar, terutama untuk menampilkan gambar-gambar berwarna, walaupun OLED memiliki efisiensi yang bagus untuk gambar-gambar dengan tone gelap.

Saat peak brightness konsumsi daya OLED bisa dua kali lipat lebih tinggi dibanding QLED. Mungkin jika satu televisi tidak terlalu terasa, tetapi seperti di negara UK efek ini sudah dirasakan ketika jutaan penduduk sudah beralih ke TV layar besar 4K. Gabungan tagihan listrik yang digunakan untuk menyalakan TV menjadi berlipat sangat besar.

Keuntungan ke-tiga, teknologi QLED ini secara efisiensi biaya pembuatan lebih efisien dibanding OLED, sehingga semakin besar ukuran layar, harganya bisa semakin efisien dibanding biaya produksi OLED.

Keuntungan ke-empat, layar QLED tidak akan mudah meninggalkan efek burn in seperti layar OLED, dimana saat kita senantiasa menonton acara televisi dari stasiun yang sama terus menerus, biasanya logo dari stasiun televisi yang selalu ditempatkan di posisi yang sama akhirnya meninggalkan jejak bayangan berbentuk logo tersebut pada layar, dan tetap membekas walaupun kita sudah berganti tayangan ke stasiun tv lain. (afr/afr)


Sumber

0 Response to "Mengupas Teknologi di Balik Layar Samsung QLED TV"

Post a Comment

ADS-1

ADS-2

ADS-3

ADS-4