Operator Perang Tarif, Ini Dampaknya Menurut Analis

Jakarta - Apa yang akan terjadi jika Telkomsel ikut terpancing genderang perang tarif yang ditabuhkan kompetitornya? Simak, analisa berikut ini.
Seperti diketahui, perang tarif antar operator telekomunikasi mulai merebak kembali. Padahal, sebelumnya, gaya kompetisi untuk memikat pelanggan dengan cara ini sempat lama ditinggalkan.
Dimulai dari Indosat Ooredoo yang mempromosikan tarif telepon Rp 1 per detik secara nasional. Dengan membeli paket paket Freedom Combo 5.0, pelanggan Indosat dapat menikmati tarif telpon Rp 1 per detik antar operator.
Sebetulnya sah-sah saja, namun dari kacamata industri, seperti diungkapkan Leonardo Henry Gavaza CFA, analis saham PT Bahana Securities, industri telekomunikasi di Indonesia sudah mulai pulih pasca perang harga yang dilakukan oleh para operator di tahun 2008 yang lalu.
Jika Indosat terus melakukan perang harga seperti sekarang ini, Leo bisa memastikan profitabilitas perseroan akan semakin terpuruk.
Bila profitabilitas terganggu dipastikan akan berdampak serius kepada revenue dan net profit. Revenue dan net profit perseroan akan kembali terseok-seok. Terlebih lagi tarif data yang dijual oleh operator saat ini sudah terbilang sangat murah.
"Jika Telkomsel sampai terpancing untuk menurunkan tarifnya kemungkinan Indosat dan XL bisa mati. Jika Indosat dan XL mati maka dominasi Telkomsel akan semakin kuat lagi yang ujungnya industri telekomunikasi nasional yang terpuruk," papar Leonardo di Jakarta, Selasa (16/5/2017).
Axis Telekomunikasi Indonesia dan Bakrie Telecom (Esia) pernah melakukan perang harga percakapan telponnya dan internet secara masif.
Akibatnya, industri telekomunikasi nasional menggalami tekanan dan mengurangi profitabilitas perusahaan telekomunikasi. Akhirnya kedua operator yang getol melakukan banting-bantingan harga, kini tinggal kenangan.
Diprediksi oleh Henry keberanian Indosat menerapkan tarif telpon Rp 1 perdetik antar operator tersebut lantaran margin keuntungan anak usaha Ooredoo itu pada kuartal pertama tahun 2017 yang mengalami kenaikkan. Dengan naiknya margin keuntungan tersebut, Indosat memiliki celah untuk melakukan perang harga.
Seperti diketahui bersama, tarif Rp 1 perdetik antar operator yang diberlakukan sejak pekan lalu merupakan tarif subsidi atau promosi yang diberikan Indosat untuk 'menjerat' calon konsumen yang berasal dari operator lain.
Seharusnya untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi antar operator, minimal Indosat harus mengeluarkan biaya Rp 250 per menit sebagai biaya interkoneksi. Belum ditambah dengan biaya penyelenggaraan jaringan, operasional dan marketing Indosat.
Padahal menurut Kahlil Rowter, Chief Economist PT Danareksa Sekuritas selain kesulitan untuk membukukan pertumbuhan industri telekomunikasi dan memangkas margin,bahwa jika para operator telekomunikasi ini terus menerapkan tarif yang murah dan tidak masuk akal,
"Dipastikan kemampuan penyelenggara jasa telpon tersebut akan tergangu. Mereka tak akan lagi mampu untuk membangun, mengembangkan jaringan dan menjaga kualitas layanan," sebutnya. (rou/rou)
Seperti diketahui, perang tarif antar operator telekomunikasi mulai merebak kembali. Padahal, sebelumnya, gaya kompetisi untuk memikat pelanggan dengan cara ini sempat lama ditinggalkan.
Dimulai dari Indosat Ooredoo yang mempromosikan tarif telepon Rp 1 per detik secara nasional. Dengan membeli paket paket Freedom Combo 5.0, pelanggan Indosat dapat menikmati tarif telpon Rp 1 per detik antar operator.
Sebetulnya sah-sah saja, namun dari kacamata industri, seperti diungkapkan Leonardo Henry Gavaza CFA, analis saham PT Bahana Securities, industri telekomunikasi di Indonesia sudah mulai pulih pasca perang harga yang dilakukan oleh para operator di tahun 2008 yang lalu.
Jika Indosat terus melakukan perang harga seperti sekarang ini, Leo bisa memastikan profitabilitas perseroan akan semakin terpuruk.
Bila profitabilitas terganggu dipastikan akan berdampak serius kepada revenue dan net profit. Revenue dan net profit perseroan akan kembali terseok-seok. Terlebih lagi tarif data yang dijual oleh operator saat ini sudah terbilang sangat murah.
"Jika Telkomsel sampai terpancing untuk menurunkan tarifnya kemungkinan Indosat dan XL bisa mati. Jika Indosat dan XL mati maka dominasi Telkomsel akan semakin kuat lagi yang ujungnya industri telekomunikasi nasional yang terpuruk," papar Leonardo di Jakarta, Selasa (16/5/2017).
Axis Telekomunikasi Indonesia dan Bakrie Telecom (Esia) pernah melakukan perang harga percakapan telponnya dan internet secara masif.
Akibatnya, industri telekomunikasi nasional menggalami tekanan dan mengurangi profitabilitas perusahaan telekomunikasi. Akhirnya kedua operator yang getol melakukan banting-bantingan harga, kini tinggal kenangan.
Diprediksi oleh Henry keberanian Indosat menerapkan tarif telpon Rp 1 perdetik antar operator tersebut lantaran margin keuntungan anak usaha Ooredoo itu pada kuartal pertama tahun 2017 yang mengalami kenaikkan. Dengan naiknya margin keuntungan tersebut, Indosat memiliki celah untuk melakukan perang harga.
Seperti diketahui bersama, tarif Rp 1 perdetik antar operator yang diberlakukan sejak pekan lalu merupakan tarif subsidi atau promosi yang diberikan Indosat untuk 'menjerat' calon konsumen yang berasal dari operator lain.
Seharusnya untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi antar operator, minimal Indosat harus mengeluarkan biaya Rp 250 per menit sebagai biaya interkoneksi. Belum ditambah dengan biaya penyelenggaraan jaringan, operasional dan marketing Indosat.
Padahal menurut Kahlil Rowter, Chief Economist PT Danareksa Sekuritas selain kesulitan untuk membukukan pertumbuhan industri telekomunikasi dan memangkas margin,bahwa jika para operator telekomunikasi ini terus menerapkan tarif yang murah dan tidak masuk akal,
"Dipastikan kemampuan penyelenggara jasa telpon tersebut akan tergangu. Mereka tak akan lagi mampu untuk membangun, mengembangkan jaringan dan menjaga kualitas layanan," sebutnya. (rou/rou)
Sumber
0 Response to "Operator Perang Tarif, Ini Dampaknya Menurut Analis"
Post a Comment