Operator Perang Tarif, Menkominfo Angkat Bicara

Jakarta - Melihat perang tarif yang tengah dilakukan oleh operator telekomunikasi, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pun ikut angkat bicara.
Menurutnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) tengah menyusun formula untuk tarif jasa internet.
Sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur tarif jasa internet, baru tarif telpon dan SMS melalui PM 9/2008. Payung hukum tersebut tengah disusun untuk direvisi dengan dimasukkan tarif jasa internet. Menteri pun mengungkapkan, ada dua landasan ia akan menandatangani aturan tersebut.
"Pertama, tarif ini harus affordable (terjangkau) untuk masyarakat. Kedua, secara industri, operator harus sustainable, artinya punya cadangan dana untuk memelihara sistem, jangan hanya affordable saja," ujar Rudiantara di Djakarta Theater, Selasa (16/5/2017).
Sebagai regulator, pihaknya berupaya untuk menyeimbangkan antara kepentingan konsumen dan produsen. Dua landasan tersebut akan menjadi acuannya untuk menetapkan aturan, termasuk aturan jasa internet yang masih dibahas dalam lingkungan internal BRTI dan Kominfo ini.
"Ibaratnya satu kaki di affordable untuk masyarakat, satu kakinya lagi sustainable untuk operatornya. Kalau tidak dua itu, maka saya tidak akan tandatangan (aturannya)," ucapnya.
Rudiantara juga berharap, operator seluler ini jangan membuat pusing masyarakat, mereka terbiasa dengan telpon satu menit itu berapa rupiah, maka di era digital ini, jangan sampai operator membuat masyarakat harus menghitung berapa per megabyte-nya.
"Masyarakat ini terbiasa dengan telpon berapa menit, itu yang penting, jangan dibawa-bawa ngitung per megabyte-nya berapa. Yang penting itu operator coverage dan kualitas layananya," sebutnya.
Sementara Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan tarif telekomunikasi di Indonesia sudah sangat murah. Memang jika dibandingkan dengan negara di Afrika, tarif telekomunikasi di Indonesia terlihat lebih mahal.
Namun menurut Tulus, jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia, tarif di Indonesia masih lebih murah. Hal itu dikarenakan saat ini persaingan tarif antar operator telekomunikasi di Indonesia sudah sangat 'liar'. Mereka saling banting harga layanan telekomunikasinya.
Meski mereka bersaing, namun disayangkan para operator tidak berkompetisi dalam menjaga coverage dan service level. Bahkan tarif promosi yang diberikan oleh operator sudah menjurus kepada penjebakkan konsumen.
"Seharusnya masyarakat tidak perlu lagi meributkan masalah tarif. Justru masyarakat harus memikirkan bagaimana kualitas layanan yang diberikan kepada operator. Kualitas tersebut termasuk coverage dan service level. Seharusnya BRTI lebih ketat dalam melakukan pengawasan terhadap coverage dan service level," terang Tulus.
Jika ingin industri telekomunikasi sehat, seharusnya regulator bisa memaksa agar operator telekomunikasi yang belum hadir di daerah terpencil, terluar dan dan terdepan. Diharapkan dengan kehadiran lebih dari satu operator, masyarakat memiliki pilihan.
"Seharusnya Kominfo bisa memaksa semua operator yang beroperasi di Indonesia dapat menggembangkan layanan telekomunikasinya di seluruh Indonesia. Jika mereka tak mampu Kominfo harus bisa bertindak tegas dan memberikan hukuman. Kayaknya regulator tidak berdaya dengan operator telekomunikasi," masih kata Tulus.
Mandulnya regulator juga dikritisi oleh Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia. Menurutnya seharusnya Kominfo dan BRTI tidak melakukan pembiaran terhadap promo tarif murah operator.
Selain itu Alamsyah juga menilai KPPU lambat dalam merespon perang harga yang dilakukan oleh operator. Seharusnya KPPU yang memiliki kewenangan untuk meneliti ada atau tidaknya tindakkan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat.
Dengan maraknya operator telekomunikasi yang melakukan promo berulang-ulang dan menjual produknya di bawah harga produksinya, seharusnya bisa dijadikan indikasi bagi KPPU untuk menyelidiki adanya pelanggaran persaingan usaha tidak sehat.
"Pembiaran yang dilakukan oleh KPPU itu yang menurut Ombudsman penting. Sebab itu terjadi mal administrasi. Jika regulator telekomunikasi dan KPPU dapat bertindak tegas, diharapkan industri telekomunikasi tidak semakin terpuruk," sesalnya. (rou/rou)
Menurutnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) tengah menyusun formula untuk tarif jasa internet.
Sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur tarif jasa internet, baru tarif telpon dan SMS melalui PM 9/2008. Payung hukum tersebut tengah disusun untuk direvisi dengan dimasukkan tarif jasa internet. Menteri pun mengungkapkan, ada dua landasan ia akan menandatangani aturan tersebut.
"Pertama, tarif ini harus affordable (terjangkau) untuk masyarakat. Kedua, secara industri, operator harus sustainable, artinya punya cadangan dana untuk memelihara sistem, jangan hanya affordable saja," ujar Rudiantara di Djakarta Theater, Selasa (16/5/2017).
Sebagai regulator, pihaknya berupaya untuk menyeimbangkan antara kepentingan konsumen dan produsen. Dua landasan tersebut akan menjadi acuannya untuk menetapkan aturan, termasuk aturan jasa internet yang masih dibahas dalam lingkungan internal BRTI dan Kominfo ini.
"Ibaratnya satu kaki di affordable untuk masyarakat, satu kakinya lagi sustainable untuk operatornya. Kalau tidak dua itu, maka saya tidak akan tandatangan (aturannya)," ucapnya.
Rudiantara juga berharap, operator seluler ini jangan membuat pusing masyarakat, mereka terbiasa dengan telpon satu menit itu berapa rupiah, maka di era digital ini, jangan sampai operator membuat masyarakat harus menghitung berapa per megabyte-nya.
"Masyarakat ini terbiasa dengan telpon berapa menit, itu yang penting, jangan dibawa-bawa ngitung per megabyte-nya berapa. Yang penting itu operator coverage dan kualitas layananya," sebutnya.
Sementara Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan tarif telekomunikasi di Indonesia sudah sangat murah. Memang jika dibandingkan dengan negara di Afrika, tarif telekomunikasi di Indonesia terlihat lebih mahal.
Namun menurut Tulus, jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia, tarif di Indonesia masih lebih murah. Hal itu dikarenakan saat ini persaingan tarif antar operator telekomunikasi di Indonesia sudah sangat 'liar'. Mereka saling banting harga layanan telekomunikasinya.
Meski mereka bersaing, namun disayangkan para operator tidak berkompetisi dalam menjaga coverage dan service level. Bahkan tarif promosi yang diberikan oleh operator sudah menjurus kepada penjebakkan konsumen.
"Seharusnya masyarakat tidak perlu lagi meributkan masalah tarif. Justru masyarakat harus memikirkan bagaimana kualitas layanan yang diberikan kepada operator. Kualitas tersebut termasuk coverage dan service level. Seharusnya BRTI lebih ketat dalam melakukan pengawasan terhadap coverage dan service level," terang Tulus.
Jika ingin industri telekomunikasi sehat, seharusnya regulator bisa memaksa agar operator telekomunikasi yang belum hadir di daerah terpencil, terluar dan dan terdepan. Diharapkan dengan kehadiran lebih dari satu operator, masyarakat memiliki pilihan.
"Seharusnya Kominfo bisa memaksa semua operator yang beroperasi di Indonesia dapat menggembangkan layanan telekomunikasinya di seluruh Indonesia. Jika mereka tak mampu Kominfo harus bisa bertindak tegas dan memberikan hukuman. Kayaknya regulator tidak berdaya dengan operator telekomunikasi," masih kata Tulus.
Mandulnya regulator juga dikritisi oleh Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia. Menurutnya seharusnya Kominfo dan BRTI tidak melakukan pembiaran terhadap promo tarif murah operator.
Selain itu Alamsyah juga menilai KPPU lambat dalam merespon perang harga yang dilakukan oleh operator. Seharusnya KPPU yang memiliki kewenangan untuk meneliti ada atau tidaknya tindakkan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat.
Dengan maraknya operator telekomunikasi yang melakukan promo berulang-ulang dan menjual produknya di bawah harga produksinya, seharusnya bisa dijadikan indikasi bagi KPPU untuk menyelidiki adanya pelanggaran persaingan usaha tidak sehat.
"Pembiaran yang dilakukan oleh KPPU itu yang menurut Ombudsman penting. Sebab itu terjadi mal administrasi. Jika regulator telekomunikasi dan KPPU dapat bertindak tegas, diharapkan industri telekomunikasi tidak semakin terpuruk," sesalnya. (rou/rou)
Sumber
0 Response to "Operator Perang Tarif, Menkominfo Angkat Bicara"
Post a Comment