Pilkada DKI Usai, Kok Hoax Masih Bertebaran?

Jakarta - Banyak yang berharap dengan berakhirnya Pilkada DKI sudah tidak ada lagi berita bohong atau hoax yang beredar di masyarakat. Tapi kenyataannya hoax masih terus bertebaran.
Seperti diketahui beberapa hari lalu ramai beredar video di media sosial yang menggambarkan kerusuhan dan seolah-olah terjadi di Pontianak, Kalimantan Barat. Padahal video tersebut diambil tahun 2015 silam. Alhasil terjadi kehebohan.
Dari kejadian tersebut menjadi tanya tanya, kenapa hoax terus merajalela? Padahal momen Pilkada DKI sudah usai, Pilpres pun masih cukup jauh dari ujung mata.
Menurut Direktur Eksekutif ICT Watch Donny BU masih ramainya hoax karena masih banyak yang percaya. Maka, hoax pun sulit hilang.
Beredarnya hoax membutuhkan momen sebagai pemicunya. Tidak hanya Pilkada, tapi momen yang membuat masyarakat terpolarisasi dapat pula sebagai pemicu menjamurnya hoax di masyarakat.
"Apakah itu terkait SARA, afiliasi politik atau bisa saja fanatisme pada hal tertentu," kata Donny saat dihubungi detikINET, Minggu (21/5/2017).
Sementara itu, Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax Septiaji Eko Nugroho mengatakan masyarakat kita terlanjur semakin terpolarisasi. Hal tersebut akibat proses politik sejak Pemilihan Presiden 2014.
Sehingga masyarakat yang hidup dalam satu echo chamber akan mencoba selalu mendelegitimasi kubu lainnya. Salah satunya lewat kabar hoax.
"Hal ini kalo tidak segera diatasi dengan membangun jembatan komunikasi tampaknya akan terus berlanjut tidak hanya Pilkada 2018 tapi hingga Pilpres 2019," kata pria yang kerap disapa Aji ini saat dihubungi detikINET.
Karena itu Aji berharap pemerintah bisa intens untuk membangun pranata sosial di masyarakat yang mulai pudar. Pemerintah bisa belajar kepada Ambon yang berhasil membangun pranata sosialnya.
"Di sana (Ambon), masyarakat tidak banyak terpengaruh atau termakan hoax," ujar Aji.
Lantas bagaimana menangkal hoax? Upaya ini tidak hanya menjadi beban pemerintah, tapi juga semua pihak, termasuk masyarakat.
Menurut Donny BU, pemerintah harus terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Agar supaya mereka tidak mudah termakan informasi sesat.
"Supaya nggak gampang percayaan, berikan informasi-informasi yang bagus, mulai dari kemasannya hingga kualitas isinya. Ini untuk mengimbangi," katanya.
"Untuk masyarakat baiknya cek dan ricek kabar yang diterima. Kalau beritanya belum yakin benar sumbernya, jangan di-forward. Kalau yakin benar, tapi dirasa ngga ada manfaatnya jangan di-forward juga," imbuhnya.
Senada dengan Donny, Aji pun menyarankan masyarakat untuk selalu cek sumber berita yang diterima. Bila perlu, tanya pihak yang ahli.
"Atau bisa menunggu informasi resmi," pungkas Aji. (afr/afr)
Seperti diketahui beberapa hari lalu ramai beredar video di media sosial yang menggambarkan kerusuhan dan seolah-olah terjadi di Pontianak, Kalimantan Barat. Padahal video tersebut diambil tahun 2015 silam. Alhasil terjadi kehebohan.
Dari kejadian tersebut menjadi tanya tanya, kenapa hoax terus merajalela? Padahal momen Pilkada DKI sudah usai, Pilpres pun masih cukup jauh dari ujung mata.
Menurut Direktur Eksekutif ICT Watch Donny BU masih ramainya hoax karena masih banyak yang percaya. Maka, hoax pun sulit hilang.
Beredarnya hoax membutuhkan momen sebagai pemicunya. Tidak hanya Pilkada, tapi momen yang membuat masyarakat terpolarisasi dapat pula sebagai pemicu menjamurnya hoax di masyarakat.
"Apakah itu terkait SARA, afiliasi politik atau bisa saja fanatisme pada hal tertentu," kata Donny saat dihubungi detikINET, Minggu (21/5/2017).
Sementara itu, Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax Septiaji Eko Nugroho mengatakan masyarakat kita terlanjur semakin terpolarisasi. Hal tersebut akibat proses politik sejak Pemilihan Presiden 2014.
Sehingga masyarakat yang hidup dalam satu echo chamber akan mencoba selalu mendelegitimasi kubu lainnya. Salah satunya lewat kabar hoax.
"Hal ini kalo tidak segera diatasi dengan membangun jembatan komunikasi tampaknya akan terus berlanjut tidak hanya Pilkada 2018 tapi hingga Pilpres 2019," kata pria yang kerap disapa Aji ini saat dihubungi detikINET.
Karena itu Aji berharap pemerintah bisa intens untuk membangun pranata sosial di masyarakat yang mulai pudar. Pemerintah bisa belajar kepada Ambon yang berhasil membangun pranata sosialnya.
"Di sana (Ambon), masyarakat tidak banyak terpengaruh atau termakan hoax," ujar Aji.
![]() |
Lantas bagaimana menangkal hoax? Upaya ini tidak hanya menjadi beban pemerintah, tapi juga semua pihak, termasuk masyarakat.
Menurut Donny BU, pemerintah harus terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Agar supaya mereka tidak mudah termakan informasi sesat.
"Supaya nggak gampang percayaan, berikan informasi-informasi yang bagus, mulai dari kemasannya hingga kualitas isinya. Ini untuk mengimbangi," katanya.
"Untuk masyarakat baiknya cek dan ricek kabar yang diterima. Kalau beritanya belum yakin benar sumbernya, jangan di-forward. Kalau yakin benar, tapi dirasa ngga ada manfaatnya jangan di-forward juga," imbuhnya.
Senada dengan Donny, Aji pun menyarankan masyarakat untuk selalu cek sumber berita yang diterima. Bila perlu, tanya pihak yang ahli.
"Atau bisa menunggu informasi resmi," pungkas Aji. (afr/afr)
Sumber
0 Response to "Pilkada DKI Usai, Kok Hoax Masih Bertebaran?"
Post a Comment