Digitalisasi dari Balik Tembok Megah Keraton



Jakarta - Keraton Yogyakarta Hadiningrat menyimpan berjuta keunikan budaya Jawa. Namun tidak semua orang mengetahui dan bisa menikmatinya. Digitalisasi pun berperan untuk menyebarkannya.

Adalah Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu, yang punya andil dalam urusan ini, melalui sebuah divisi bernama Tepas Tandha Yekti di lingkungan Keraton Yogyakarta.

Dengan kompetensi dan latar belakang IT yang dimilikinya, putri keempat Sri Sultan Hamengkubuwono X dan GKR Hemas ini diserahi tanggung jawab mengepalai Tepas Tandha Yekti.

Sejak dibentuk pada 2012, Tepas Tandha Yekti bertanggung jawab mengembangkan IT roadmap Keraton dan mendokumentasikan serta mendigitalkan berbagai kegiatan di dalamnya.

"Sebelum ada Tepas Tandha Yekti, gak ada juru foto Keraton yang resmi. Dokumentasinya pun terpisah-pisah, foto dan rekaman video hanya menumpuk di hard drive komputer, kan sayang," kata Hayu.

Dalam program Tepas Tandha Yekti, Hayu membuat berbagai kegiatan di balik tembok Keraton bisa dilihat publik melalui website dan media sosial resmi milik Keraton.

Bukan tanpa sebab jika Hayu terpikir untuk 'mengumbar' isi Keraton ke publik. Pasalnya, dia melihat pengalaman dari website kratonwedding.com disambut baik. Website berisi segala hal dan pernak-pernik pernikahannya di 2013 tersebut mengundang antusiasme publik untuk mengetahui budaya Jawa.

"Cita-citanya ingin seperti e-museum kaya British Museum. Gimana caranya kita bisa reach out diaspora Jawa yang juga di luar negeri. Dan prioritasnya adalah mengedukasi masyarakat akan budaya yang ada di Keraton," ujarnya.

Untuk mendukung kegiatan tersebut, Hayu didukung tim internal 7 orang abdi dalem dan tenaga freelance yang dipilihnya secara selektif. Total, ada sekitar ada 25 orang yang bekerja di Tepas Tandha Yekti.

Yang menarik, ada kalanya Hayu memimpin divisi Tepas Tandha Yekti dari jarak jauh. Pasalnya, sejak 2013 dia berpindah-pindah mengikuti suaminya, Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro bekerja di luar negeri. Saat ini, sang suami bekerja di Samoa, sebuah negara kepulauan di Samudra Pasifik. Baginya, dalam keadaan apa pun tanggung jawab terhadap Keraton harus tetap dilaksanakan.

"Zaman sekarang, jarak sudah bukan lagi kendala. Saya bisa kasih arahan dan berkordinasi dengan tim via e-mail, Skype atau WhatsApp. Kerjanya virtual, yang penting setiap orang mengerti tugas dan deadline yang harus dikerjakan," kata Hayu.

GKR Hayu. GKR Hayu. Foto: Muhammad Ridho


Sempat Ditolak

Upaya digitalisasi Keraton yang dilakukan Hayu sempat mendapat penolakan. Jauh sebelum dibentuk Tepas Tandha Yekti, Hayu sendiri sudah punya inisiatif untuk membuat website yang khusus memuat berbagai informasi dan budaya Keraton, namun pada saat itu belum diizinkan.

"Mindsetnya, karena generation gap juga mungkin, kalau Keraton punya website kesannya jadi tidak eksklusif, derajatnya turun. Aku gak tau, yang jelas kira-kira seperti itu," kenang Hayu.

Hayu perlahan memberikan pengertian bahwa keunikan budaya di dalam Keraton sangat menarik untuk diketahui publik, dan teknologi bisa sangat efisien dan positif menyebarkannya. Langkahnya pun terbantu karena sudah terjadi perubahan struktur organisasi di dalam Keraton yang lebih terbuka terhadap upaya digitalisasi.

Alhasil, di tangan Hayu, Tepas Tandha Yekti berhasil menjadi contoh akulturasi budaya Keraton yang luhur dengan digitalisasi.

Publik kini bisa mengetahui kegiatan dan berbagai budaya di balik tembok megah Keraton melalui website Kratonjogja.id, Facebook Kraton Jogja, Twitter @kratonjogja dan Instagram @kratonjogja_.

"Banyak yang terpikir, kelihatannya teknologi seperti bermusuhan dengan budaya. Padahal nggak. Misalnya sekarang dengan ada live streaming, acara-acara di Keraton bisa disiarkan sehingga seluruh penjuru dunia tahu. Dengan begini kan audience kita juga lebih luas. Apalagi ini official dari Keraton," tutupnya.

(rns/ash)


Sumber

0 Response to "Digitalisasi dari Balik Tembok Megah Keraton"

Post a Comment

ADS-1

ADS-2

ADS-3

ADS-4