Peneliti: Drone Rentan Jadi Mata-mata



Jakarta - Peneliti drone menilai keputusan pihak militer Amerika Serikat (US Army) untuk berhenti menggunakan DJI sangat beralasan. Pasalnya, perangkat nirawak itu katanya rentan disusupi hacker untuk jadi mata-mata.

Seperti diberitakan sebelumnya, US Army telah mengeluarkan perintah untuk menghentikan penggunaan drone DJI secepatnya di kalangan militer AS. Dalam surat memo yang beredar, penghentian itu dilakukan karena faktor keamanan.

"Berkaitan dengan meningkatkan kesadaran akan kerentanan siber dengan produk DJI, diperintahkan bahwa US Army menghentikan semua penggunaan produk DJI," tulisnya seperti pernah dikutip detikINET sebelumnya dari Ubergizmo.



Pihak DJI sendiri mengaku terkejut dengan keputusan US Army tersebut. Mereka mengaku keputusan itu dikeluarkan secara tiba-tiba dan tanpa pembahasan terlebih dulu bersama mereka.

"Kami terkejut dan kecewa membaca laporan dari US Army terkait drone DJI, sebagaimana kami tidak diajak berkonsultasi selama pengeluaran keputusan. Kami sangat senang bisa bekerjasama secara langsung dengan organisasi, termasuk US Army, jika ada masalah," tulis DJI.

Menanggapi ditariknya drone buatan DJI dari militer AS, peneliti drone dari Universitas Gunadarma Akbar Marwan mengatakan, selama kurang lebih dua bulan terakhir perangkat lunak DJI memang sudah sering dibahas. Tidak hanya rentan, tapi juga dicurigai memata-matai aktivitas penggunanya.

"Bahkan, ada sebuah laporan yang sangat rinci mengenai data yang diambil oleh DJI," kata Akbar saat berbincang di Jakarta, Rabu (9/8/2017).

Kemungkinan besar Itulah latar belakang penyebab larangan tersebut meluas ke setiap produk yang saat ini dibuat oleh DJI, baik dari sisi elektronik, perangkat lunak, pengendali penerbangan, dan sistem kontrol kecepatan, pada US Army.



Akbar menerangkan, jika seorang pilot menggunakan aplikasi DJI GO 4 dan mengunggah catatan penerbangan ke server DJI, dengan menggunakan setting default di aplikasi, ada banyak detail yang terkait dengan misi drone tersebut.

Misalnya, seperti telemetri, yakni kondisi ketika pesawat tak berawak itu diterbangkan, termasuk koordinat GPS, ketinggian, kecepatan dan rincian kinerja pesawat lainnya.

Kemudian video. Jika video direkam, versi video thumbnail juga disediakan untuk DJI yang menunjukkan rekamannya. Terakhir audio. Saat menggunakan ponsel atau tablet, rekaman mikrofon untuk semua percakapan dan suara juga disertakan dengan file cache video. Jika sensor memiliki mikrofon, drone juga berbagi audio.

Kombinasi ketiga data di atas menghasilkan catatan lengkap setiap penerbangan yang diambil oleh drone menggunakan aplikasi DJI dan Drone. Informasi ini katanya disimpan di server DJI di Amerika Serikat, China, dan Hong Kong.



Memang, diakui oleh Akbar, informasi yang detail seperti telemetri, audio, dan video, yang didapatkan oleh drone sangat diperlukan oleh pilot drone dalam melakukan misi menggunakan drone, siapapun pembuatnya.

"Namun ibaratkan sebuah informasi yang dapat digunakan untuk produktivitas maupun kegiatan negatif, itu semua kembali lagi ke tujuan dari penerbangan drone tersebut. Pemindahan informasi tanpa izin oleh aplikasi dari drone sebenarnya masih bisa dilakukan," terang Akbar menanggapi kepanikan militer AS. (rou/rou)


Sumber

0 Response to "Peneliti: Drone Rentan Jadi Mata-mata"

Post a Comment

ADS-1

ADS-2

ADS-3

ADS-4