Taksi Online Digeruduk, Uber: No Comment

Jakarta - Perselisihan transportasi berbasis aplikasi dengan transportasi konvesional kembali memanas pekan ini. Itu terjadi di Bandung sampai Tangerang.
Sebagai salah satu penyedia transportasi berbasis aplikasi, Uber tentu ikut kena getahnya. Terlebih Uber juga telah mengekspansi layanannya itu di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Malang, dan Bali melalui berbagai produknya, seperti Uber X, Uber Pool, hingga Uber Motor.
Namun perusahaan asal Amerika Serikat ini masih enggan berkomentar. "No comment," jawab tegas Consumer Communications Lead Uber Indonesia, Novita Sari di Kantor Uber, Jakarta, Jumat, (10/4/2017).
Respons yang sama pun diucapkan Uber Indonesia tatkala ditanya apa yang dilakukan Uber mengatasi persoalan tersebut.
Saat ini payung hukum kendaraan transportasi berbasis aplikasi, yaitu Peraturan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek, tengah dilakukan revisi.
Dalam revisi itu, pemerintah akan mengatur taksi online dan juga menyangkut penerapan tarif batas bawah dan tarif batas atas. Hal itu guna menciptakan persaingan usaha yang sehat.
"Iya, kalau tidak (dibatasi) bahaya," ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Komplek Istana, Jakarta, Senin (6/3/2017).
Revisi Permenhub 32/2016 ini mengakomodasi masukan dari taksi konvensional maupun taksi online. Tujuan Permen Perhubungan No. 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek ini, agar ada kesetaraan antara taksi online dan konvensional sehingga bisa bersaing sehat secara bisnis.
Dalam revisi ini juga akan mengatur mengenai penggunaan mobil Low Cost Green Car (LCGC). Kendaraan tersebut akan tetap dikenakan aturan yang berlaku mengenai SIM, STNK dan uji KIR.
"Kita satu sisi kita akan ijinkan kendaraan yang 1.000 cc itu, tapi aturan yang kita tetap akan ikuti dong, kita ada 3 kemarin itu soal SIM, STNK, dan KIR," tambahnya. (fyk/fyk)
Sebagai salah satu penyedia transportasi berbasis aplikasi, Uber tentu ikut kena getahnya. Terlebih Uber juga telah mengekspansi layanannya itu di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Malang, dan Bali melalui berbagai produknya, seperti Uber X, Uber Pool, hingga Uber Motor.
Namun perusahaan asal Amerika Serikat ini masih enggan berkomentar. "No comment," jawab tegas Consumer Communications Lead Uber Indonesia, Novita Sari di Kantor Uber, Jakarta, Jumat, (10/4/2017).
Respons yang sama pun diucapkan Uber Indonesia tatkala ditanya apa yang dilakukan Uber mengatasi persoalan tersebut.
Saat ini payung hukum kendaraan transportasi berbasis aplikasi, yaitu Peraturan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek, tengah dilakukan revisi.
Dalam revisi itu, pemerintah akan mengatur taksi online dan juga menyangkut penerapan tarif batas bawah dan tarif batas atas. Hal itu guna menciptakan persaingan usaha yang sehat.
"Iya, kalau tidak (dibatasi) bahaya," ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Komplek Istana, Jakarta, Senin (6/3/2017).
Revisi Permenhub 32/2016 ini mengakomodasi masukan dari taksi konvensional maupun taksi online. Tujuan Permen Perhubungan No. 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek ini, agar ada kesetaraan antara taksi online dan konvensional sehingga bisa bersaing sehat secara bisnis.
Dalam revisi ini juga akan mengatur mengenai penggunaan mobil Low Cost Green Car (LCGC). Kendaraan tersebut akan tetap dikenakan aturan yang berlaku mengenai SIM, STNK dan uji KIR.
"Kita satu sisi kita akan ijinkan kendaraan yang 1.000 cc itu, tapi aturan yang kita tetap akan ikuti dong, kita ada 3 kemarin itu soal SIM, STNK, dan KIR," tambahnya. (fyk/fyk)
Sumber
0 Response to "Taksi Online Digeruduk, Uber: No Comment"
Post a Comment