Mendaki Bukit dan Panjat Pohon Demi Sinyal



Jakarta - Gusti Zairin menerima panggilan telepon yang masuk ke ponselnya. Tampak dia meladeni lawan bicara dengan ramah. Pria paruh baya ini berjanji mendatangi si penelepon pada waktu yang sudah disepakati.

"Maaf ya, terseling terima telepon. Itu tadi pelanggan minta dijemput nanti sore," kata pria yang akrab disapa pak Meh ini, saat mengobrol dengan detikINET.

Pak Meh adalah salah satu warga Desa Balai Karangan, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Profesi sehari-harinya sebagai tukang ojek. Bukan ojek online seperti yang banyak ditemui di kota-kota besar, melainkan ojek konvensional.

Meski demikian, salah satu orang yang dituakan di lingkungan tempatnya tinggal ini sudah menerapkan sistem jemput bola seperti ojek online. Bedanya, ojek pak Meh tidak menggunakan pemesanan via aplikasi. Para pelanggan jasanya sudah menyimpan nomor teleponnya.

Jadi, ketika membutuhkan ojek, mereka akan langsung menelepon untuk minta dijemput atau diantar. Itu sebabnya, komunikasi yang lancar sangat penting baginya.

Mendaki Bukit dan Panjat Pohon Demi SinyalPak Meh, salah satu penduduk Kabupaten Sanggau (Foto: Rachmatunnisa/detikINET)


"Nomor saya pakai Telkomsel. Rata-rata orang di sini pakai Telkomsel. Karena kalau pergi ke yang jauh-jauh sinyal hanya ada itu (Telkomsel). Karena saya kan harus bisa untuk terima telepon kalau ada orang mau pakai ojek," ujarnya.

Memang tak selamanya komunikasi berjalan lancar. Kadang terjadi juga gangguan komunikasi, biasanya saat cuaca buruk atau listrik mati. "Kalau gangguan bisa sampai 12 jam. Dari pagi sampai malam baru bisa. Sinyal telepon, SMS dan internet pun tak bisa," kisahnya.

Di wilayah desa yang akses jalannya lumayan sulit, perbaikan dari pihak operator untuk menuju tower memang bisa memakan waktu cukup lama.

Bagaimanapun, dia mengaku bersyukur tinggal di wilayah yang masih terbilang bagus sinyalnya jika dibandingkan penduduk di dusun yang tinggal di sekitar perbukitan.

"Kalau saya tinggal di Balai Karangan, sinyal sudah cukup bagus. Yang kasihan itu yang di dusun-dusun sekali. Saya ada kerabat di wilayah dusun-dusun yang jauh," paparnya.

Diakui pak Meh, setidaknya dia dan warga di sekitar tempatnya tinggal tidak sampai mengalami harus memanjat pohon atau berjalan jauh demi mencari sinyal ketika akan menelepon.

Mendaki Bukit dan Panjat Pohon Demi Sinyal(Foto: Rachman Haryanto)


"Yang di dusun-dusun sekali itu, kadang mereka tetap harus jalan dulu ke bukit, memanjat pohon. Karena kan mereka banyak kerja di hutan dan kebun. Mau komunikasi naik bukit dulu. Itu pun cuma dapat satu garis sinyalnya," ujarnya.

Pak Meh berharap, ke depannya akses komunikasi akan lebih mudah dan merata hingga ke daerah-daerah terpencil, sehingga dia bisa lancar berhalo-halo dengan kerabat dan teman-temannya yang ada di sana.

"Makanya, Alhamdulillah sekarang itu ada dibangun tower oleh Kominfo dan Pemkab Sanggau di pelosok-pelosok sampai Kecamatannya. Cuma kalau operasionalnya belum 100%, mungkin masih dalam pembangunan," terangnya.

Kadis Kominfo Sanggau Yulia Theresia yang ditemui dalam kesempatan terpisah mengatakan, sebagian wilayah memang masih belum maksimal karena beragam faktor.

"Kalau kita hitung per desa saja, dari data kita yang ada baru 40% desa yang ada menaranya. Sinyalnya ada yang masih terjangkau ada yang tidak," sebutnya.

Pihaknya pun mengupayakan pembangunan lebih banyak tower di sejumlah titik dan rajin memantau tower-tower yang tidak berfungsi. Pendirian tower sendiri diakui Yulia terkendala banyak hal, antara lain status lahan.

"Banyak masyarakat bilang nggak ada sinyal, begitu dicek ada, tapi lemah sinyalnya. Barangkali juga karena penurunan fungsi alat. Ada yang kendala pembangunan itu, Kementerian belum bisa bangun (tower), sehingga ada yang cari bukit sinyal," sebutnya.


Mendaki Bukit dan Panjat Pohon Demi SinyalSupervisor Radio Transport Power Operation Sintang Adi Wena Hydravicyan (Foto: Nandya Bachtiar/20detik)

Tantangan di Perbukitan


Bagi operator, sinyal telekomunikasi yang belum merata pun menjadi tantangan tersendiri. Geografis Kalimatan Barat, dengan banyaknya perbukitan, hanya salah satu faktor yang membuat tidak semua wilayah tercakupi sinyal dengan baik. Belum lagi sejumlah faktor lainnya.

Sebagai operator yang mendominasi hingga ke wilayah pelosok, Telkomsel berusaha agar telekomunikasi bisa diakses di berbagai lokasi di Indonesia. Sejak awal berdirinya pada 1995, Telkomsel terus memperluas jaringan hingga pelosok Tanah Air, termasuk wilayah tapal batas.

Dari 140 ribu BTS Telkomsel yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, sebanyak 627 di antaranya adalah BTS yang 'memagari' Indonesia di daerah terdepan yang berbatasan dengan negara lain, termasuk Kabupaten Sanggau.

Seperti diketahui, di Kabupaten ini terdapat dua Kecamatan yang menjadi lokasi prioritas yakni Entikong dan Sekayam yang berbatasan langsung dengan Malaysia.

"Kami ada amanah direksi, kemarin melewati jalan paralel perbatasan itu bahkan sampai ke Senaning, Kapuas, mereka melihat titik-titik blankspot ini jadi kewajiban bagi Telkomsel," kata Supervisor Radio Transport Power Operation Telkomsel Sintang Adi Wena Hydravicyan.

Sampai saat ini di wilayah perbatasan lintas Kabupaten Sanggau dan Malaysia, Telkomsel menyediakan 14 site 2G, 17 site 3G dan 4 site 4G, ditambah beberapa site USO di 10 titik lokasi.

Selain penambahan tower untuk memperluas dan memperkuat jaringan, Telkomsel juga berupaya responsif ketika ganguan telekomunikasi melanda, dengan mengerahkan 'prajurit' penjaga sinyal mereka.

"Kami berusaha sigap mengupayakan ekskalasi di titik-titik yang dilaporkan lemah sinyalnya," tegasnya. (rns/fyk)


Sumber

0 Response to "Mendaki Bukit dan Panjat Pohon Demi Sinyal"

Post a Comment

ADS-1

ADS-2

ADS-3

ADS-4